Kamis, 28 Juni 2012

Pengamanan Darah Total Baru di Delapan Kota

Pengamanan Darah Total Baru di Delapan Kota

Jakarta, Kompas - Keamanan darah di Indonesia baru terjadi di delapan kota. Pemerintah didesak meningkatkan fasilitas pemeriksaan uji saring paling sensitif untuk deteksi virus HIV dan hepatitis B dan C.

Pusat Talasemia RSCM mencatat, sampai tahun 2011, ada dua pengidap yang tertular HIV lewat transfusi darah. Persoalan itu mengemuka dalam diskusi panel ”Meningkatkan Keamanan Darah Menggunakan Teknologi Nucleid Acid Testing (NAT)” di Fakultas Kedokteran UI, Kamis (28/6).

Ketua Palang Merah Indonesia Yuyun SM Soedarmono mengatakan, pihaknya telah menggunakan NAT sebagai teknologi uji saring dengan sensitivitas tinggi untuk mendeteksi virus HIV saat window period. NAT mampu menurunkan risiko penularan menjadi 1:1,9 juta. Dengan uji serologi, risiko penularan 1:600.000.

NAT mendeteksi keberadaan virus menggunakan substansi genetik mikroorganisme. Adapun serologi mendet eksi antigen dan antibodi yang terbentuk sebagai reaksi imun tubuh terhadap mikroorganisme penginfeksi.

NAT mampu mendeteksi HIV dalam window period 5,6 hari atau 9,4 hari lebih cepat dari uji serologi. NAT juga mendeteksi hepatitis B dalam window period 21,1 hari atau 17,2 hari lebih cepat dari uji serologi.

”Namun, NAT tak bisa menggantikan uji saring serologi. Untuk mendapatkan keamanan darah, darah donor harus melalui dua pengujian,” ujarnya.

Masalahnya, kata Yuyun, di Indonesia baru enam unit transfusi darah (UTD) yang menggunakan teknologi NAT. Di Jakarta ada dua UTD, masing-masing satu di Bandung, Surabaya, Bali, dan Makassar. Rencananya, PMI akan menambah NAT di Semarang dan Solo tahun 2012.

Terbatasnya NAT berdampak pada penyediaan darah berkeamanan tinggi. Sebagai gambaran, dari kebutuhan darah 2,4 juta kantong per tahun, 85 persen hanya ditapis dengan uji serologi. Sisanya dengan tes reaksi cepat.

”NAT baru bisa disediakan atas permintaan pasien. Pemerintah hanya menyubsidi pemeriksaan untuk 110.000 kantong darah dengan teknologi NAT per tahun untuk pasien tertentu,” katanya.

Guru Besar Onkologi Hematologi FKUI, Prof Zubairi Djoerban, mengatakan, darah donor dengan keamanan tinggi mendesak diterapkan di Indonesia. Alasannya, negara kita daerah endemik hepatitis B dan C. Temuan HIV tiap tahun juga bertambah. (NIK)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar