Jumat, 11 Mei 2012

Rendah, Pemahaman TKI Terhadap HIV/AIDS

Rendah, Pemahaman TKI Terhadap HIV/AIDS

JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menilai, pemahaman pekerja migran Indonesia terhadap HIV/AIDS masih rendah sehingga mengakibatkan tenaga kerja di luar negeri mudah terinfeksi virus mematikan itu.
   
"Selama ini, yang dipahami mengenai HIV/AIDS hanya stigma negatif yang diskrimatif saja," kata Focal Point ILO untuk Program HIV/AIDS Bagi Pekerja Migran, Early Dewi Nuriana di Jakarta, Jumat (11/5/2012).

Oleh karena itu, menurut Early, diperlukan pendidikan untuk memberi pemahaman yang benar mengenai HIV/AIDS kepada pekerja migran sebelum berangkat ke negara tujuan. Pemerintah sebagai regulator bisa mewajibkan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) memberikan pembekalan.

"Sebenarnya selama ini sudah ada pelatihan yang diberikan PPTKIS kepada pekerja migran. Namun, pemahaman kepada HIV/AIDS belum mendapat porsi yang cu kup karena hanya beberapa menit," katanya.

Dia mengatakan risiko terinfeksi HIV/AIDS bukan sekedar masalah kurangnya informasi, tetapi juga lebih kepada perilaku. Bila mendapatkan pendidikan dan informasi yang benar, maka pekerja migran akan lebih menjaga diri dari perilaku yang berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Menurut data yang dikutip ILO dari Himpunan Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia (HIPTEK), pada 2010 terdapat 174 kasus HIV dari 162.000 calon pekerja migran yang melakukan tes kesehatan di 10 sarana kesehatan.

"Tetapi data itu juga tidak bisa mendeteksi, pekerja migran yang positif HIV itu terinfeksi di mana. Sebab seluruh fase siklus migrasi pekerja rentan terhadap infeksi HIV," katanya.

Early mengatakan, ada tiga fase dalam siklus migrasi pekerja, yaitu sebelum pemberangkatan, saat penempatan di negara tujuan dan saat pemulangan. Di setiap fase itu, pekerja migran sangat mungkin melakukan perilaku yang berisiko terinfeksi HIV. Perilaku yang ber isiko terinfeksi HIV, kata Early, antara lain melakukan kegiatan seksual tanpa menggunakan kondom dan penggunaan jarum suntik secara bersama-sama. Oleh karena itu, pekerja migran perempuan yang terjebak perdagangan orang juga sangat berisiko terinfeksi.

Perkuat promosi

Sementara itu, pakar ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia Prof. Isbandi Rukminto Adi mengatakan pemerintah hanya memiliki kewajiban memperkuat promosi mengenai risiko HIV/AIDS kepada pekerja migran untuk mencegah penularan penyakit mematikan itu di kalangan tenaga kerja Indonesia.

"Perlindungan terhadap risiko penularan HIV/AIDS menjadi tanggung jawab masing-masing individu pekerja saat di Indonesia maupun saat bekerja di negara lain," kata guru besar FISIP UI Prof. Isbandi Rukminto Adi saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Isbandi mengatakan, pencegahan infeksi HIV/AIDS tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah. Negara, menurut dia, juga terdiri atas masyarakat d an warga negara. Oleh karena itu, pemerintah hanya berkewajiban menyediakan fasilitas dan menyosialisasikan, tetapi tanggung jawab pencegahan infeksi HIV/AIDS tetap ada pada individu masing-masing.

"Pemerintah sudah berusaha menyediakan fasilitas. Yang harus dilakukan saat ini adalah promosi yang bagus terhadap layanan kesehatan yang disediakan pemerintah," katanya

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar